Oleh : Ustadz Bachtiar Nasir
Banyak isu beredar yang saya terima. Ada yang menyebarkan fitnah zina artis dengan politikus dalam kasus narkoba walau dengan bahasa lelucon. Ada yang menyerang dakwah dan Islam akibat korupsi politikus partai Islam. Dan, beredar pula perlawanan isu teori konspirasi oleh kader partai tersebut. Bagaimana cara bijak menghadapi kondisi seperti ini?
Rahman K – Depok
Jawaban :
Cepatnya penyebaran informasi negatif seperti saat ini adalah akibat dari dua hal. Pertama, kemajuan dunia teknologi dan informasi yang masif, terutama media massa elektronik dan jejaring sosial. Sayangnya, ini tak diimbangi kekuatan iman dan moral yang memadai. Akibatnya, begitu mudah orang membeberkan aib seseorang atau lembaga tanpa mengenal batasan teritorial dan usia.
Penyimpangan perilaku sosial seperti ini akan menimbulkan gejolak sosial negatif yang tidak ringan. Kedua, lemahnya kontrol sosial di tengah masyarakat Indonesia atas nama kebebasan berekspresi dan hak untuk mendapatkan informasi. Lembaga formal negara dan lembaga informal masyarakat yang kurang bertanggung jawab terhadap peran sosialnya. Ini menyuburkan budaya gibah dan fitnah.
Beruntunglah menjadi orang yang beriman kepada Kitabullah (Al-Quran) dan menjadikannya sebagai pegangan kebenaran sesungguhnya dalam menetapkan sistem nilai yang dianutnya. Orang beriman diajarkan untuk meneliti dan menyaring dengan cermat setiap informasi sebelum dikonsumsi dan disebarkan kepada orang lain.
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS al-Hujurat [49]:6).
Menyebarkan berita benar yang bermuatan opini kefasikan orang fasik akan berakibat fatal bagi diri dan orang lain. Ayat di atas mengajarkan kita berlaku cerdas dalam mencermati berita benar dan fakta yang dibawa orang fasik (pelaku dosa besar). Karena, tidak semua berita benar dan fakta nyata yang dibawa orang fasik semata-mata demi memunculkan kebenaran dan menyalahkan kesalahan.
Informasi yang bersumber dari individu atau media massa yang pemikiran dan akhlaknya telah bercampur kefasikan, membawa muatan opini kefasikan di balik informasi yang dibawanya. Di balik kebaikan informasi dan isu yang dimunculkannya ada racun sosial yang membahayakan, baik bagi kita sebagai konsumen atau orang lain yang dijadikan sebagai objek informasi.
Prinsip dasar dalam menyebarkan sebuah informasi dan isu telah digariskan Allah dengan sangat mulia sebagai berikut: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, mereka itulah orang-orang yang lalim.” (QS al-Hujurat [49]:11).
Ayat di atas menjelaskan kepada orang beriman agar menyadari posisinya sebagai Mukmin dalam menyikapi sebuah informasi. Secara isi (content) berita dan informasi yang akan dikonsumsi dan disebarkan, Al-Quran telah memberikan batasan rambu-rambu dan etika.
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka, tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan, bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya, Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” (QS al-Hujurat [49]:12).
Waspadai informasi yang bersifat prasangka. Maksudnya, jangan percayai informasi yang statusnya masih zhann (perkiraan lemah). Jangan pula menyebarkannya karena kemungkinan besar akan berujung pada keburukan (dosa). Jauhi pula informasi yang bermotif mencari-cari kesalahan orang atau lembaga lain.
Prinsip praduga tak bersalah harus senantiasa kita junjung sebelum meyakini dan menyebarkan informasi. Jangan terima dan sebarkan informasi yang jelas-jelas bersifat gunjingan atau celaan. Semoga kita tak tergolong predator sang makhluk pemakan bangkai sesama.
Wallahu a’lam bish-shawab ¦
Sumber : Konsultasi Agama, Republika, Selasa, 5 Februari 2013 / 24 Rabiul Awal 1434
View the original article here
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Blog ini terbebas dari yang namanya CAPTHA. Jadi berkomentarlah dengan baik dan gunakan kata-kata yang sopan. Jangan SPAM, SARA, ataupun PORN.